Kenalkan aku Shofiyyatun, umurku sekarang 22 tahun. Aku mempunyai seorang adik bernama Siti Rohmah, Bapakku Sarju dan Ibuku Sarminah. Aku hidup bersama keluarga kecilku di desa Bageng.
Tahun 1991 orang tuaku menikah, mereka tinggal di rumah nenekku di kulon kali.[1] Satu tahun setelah menikah, mereka dikaruniai seorang putri yaitu aku. Dua tahun kemudian lahirlah adikku. Setelah adikku lahir, kami pindah ke Bageng di rumah bapakku. Tepatnya rumah Nyai[2] yang sudah tidak ditinggali. Rumahnya sudah tua, kayunya sudah keropos dan temboknya mulai runtuh sedikit demi sedikit.
Di rumah tua itu ada tiga kamar, yang satu untuk tidur, yang satu untuk kamar sholat dan yang satu lagi dipake untuk dapur. Kemudian ruang tengah yang lumayan luas dipake untuk ruang tamu. Kamar mandinya di dekat dapur dan tidak ada gentengnya, tidak ada temboknya, hanya ditutupi oleh anyaman bambu yang dibuat oleh bapakku sendiri. Di rumah itu juga tidak ada WCnya, tiap buang air besar selalu pergi ke kali (sungai). Oopzzz.... ini rahasia lho, gak cuma keluargaku saja, tetangga-tetangga juga sama. Setiap pulang dari kali kami selalu bawa satu atau dua batu besar. Untuk apa hayooo? Ada yang tau??? ^_^
Batu dari kali tersebut dikumpulkan untuk pondasi rumah baru kami. Selain batu, Bapak dan Ibu juga mengambil pasir sendiri dari kali. Bata yang digunakan juga bata bekas dari rumah tua itu, jadi saat membangun rumah orang tuaku tidak menghabiskan biaya yang begitu besar. Bapak sudah mempunyai rencana untuk membangun rumah karena rumah yang kami tinggali sudah tua. Kelas 4 SD akhirnya kami membangun rumah baru, rumah kecil dan sederhana. WC masih belum ada, kamar mandi masih kamar mandi lama.
Kami tidak punya televisi dari kecil. Kalau ingin menonton televisi harus nebeng di rumah tetangga. Aku paling susah kalau punya tugas dari guru mencari berita di televisi. Ya Allah.... kapan aku punya televisi? Aku selalu bertanya dalam hatiku. Tapi aku tidak pernah meminta kepada bapak untuk membeli televisi. Hingga akhirnya pada suatu hari bapak pergi entah kemana, seharian tiada di rumah dan tidak ada kabar. Pulang-pulang membawa sebuah kardus besar, ternyata sebuah televisi. Kelas tiga MTs aku baru punya televisi. Alhamdulillah...
Setiap manusia pasti mendapat cobaan, kamar mandi kami yang lama runtuh dan pecah di suatu malam. Kami selalu numpang mandi di rumah-rumah tetangga sampai kami punya kamar mandi sendiri. Pada tanggal 24 Ramadhan 1430 H, tepat di hari itu aku tuliskan tanggal tersebut di bak mandi yang baru kami bangun bersama, bapak membuat sendiri kamar mandi tersebut. Waktu itu juga akhirnya kami punya WC sendiri. Bapak menggali sendiri lubangnya, mamak yang menarik embernya dan aku serta adikku yang membuang tanah galiannya. Kerja sama yang romantis bukan? Hehehe ^_^
Kami tidur di bale[3] hanya beralaskan kloso[4] tanpa kasur. Rumah kami belum diplester, belum juga ada lantainya. Dari hasil kerja bapak dan memelihara rojo koyo[5] akhirnya rumah kami sedikit-demi sedikit direnovasi. Dari memplester tembok, memasang lantai dan mengecat rumah, perlahan-lahan kesampaian juga. Sampai saat ini masih ruang tamu saja yang sudah dicat. Kamar-kamar masih hitam tanpa cat, tahun lalu alhamdulillah kamar Bapak dan Mamak sudah ada kasurnya, kemudian beberapa waktu yang lalu aku iuran sama Bapak membeli Kasur untuk kamar adikku. Sekarang hanya kamarku yang belum ada kasurnya.
Bapakku membeli motor ketika aku kelas tiga MA. Mereknya GX 91 second dengan harga 2,7 juta. Meskipun jelek dikata orang dan suaranya mirip helikopter, aku bangga dengan Bapakku, itu merupakan jerih payah Bapak sendiri. Namun keadaan itu tidak bertahan lama, motornya rusak dan akhirnya dijual, bukannya naik tapi harganya malah melorot. Tak lama kemudian Bapak membeli green 95 dengan harga 4jt, cukup mahal tapi alhamdulillah awt sampai sekarang.
Bapakku hanya kuli biasa, kerjaanya jadi kuli tebu dan ketela. Ibuku IRT sekaligus memelihara sapi di rumah. Sapi tersebut berasal dari kambing yang dijual. Di rumah kami juga memelihara bebek, dulunya juga ada ayam, tapi sayangnya sekarang mati semua. Adikku sudah lulus sekolah dan sekarang alhamdulillah sudah bisa menjahit di rumah, sedangkan aku sendiri merantau ke pati. Ya elah... ke pati aja merantau :D hehehe.... Aku berpisah dari keluargaku setelah lulus MA, aku ingin mengejar cita-citaku yang aku impikan sejak kecil....
Alhamdulillah, rumahku adalah surgaku. ^_^
Sekarang dapur kami sudah mulai keropos, pintunya sudah rusak, sudah bolong-bolong dan tidak layak. Kayunya sudah mulai rapuh, bahkan dibuatkan penyangga dari bambu agar tidak roboh. Gentengnya bocor semua, di dapur juga dijadikan tempat makanan sapi. Semoga Allah memberikan rizqi yang melimpah supaya kami bisa memperbaiki dapur kami... amin...
Kami bahagia meskipun hidup sederhana, semoga ini menjadi inspirasi dan motivasi bagi siapa saja yang membacanya. Lihatlah apa yang ada di bawah, jangan melihat ke atas niscaya kamu akan selalu bersyukur pada Allah.
Barokalloh....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar